Selasa malam 30 November ini, Bacharudin Jusuf Habibie meluncurkan
buku "Habibie & Ainun" yang disebut sejumlah kalangan sebagai buku
tentang cerita cinta abadi dua anak manusia. Kehidupan penuh cinta
pasangan Habibie dan Hasri Ainun memang bisa menjadi bahan ajar menarik
untuk keadaan sosial kini yang terlalu dimabuk kabar selingkuh, cerai,
sensasi syahwat dan birahi.
Mereka menguak kisah cinta sejati dan
kesetiaan yang membangkitkan takjub, selain menjadi cermin kepada siapa
keluarga-keluarga berkaca. Kesetiaan tiada koma dari sang ilmuwan
cemerlang kepada istrinya itu, telah menegaskan bahwa cinta abadi itu
ada. Ketulusan cinta Habibie-Ainun dan keromantisan mereka mungkin
seindah kuasa cinta yang membalut perjalanan kasih Roro Mendut dan
Pronocitro, Laila dan Majnun, Mumtaz Mahal dan Shah Jehan, Guinevere dan
Lancelot, Scarlett O’Hara dan Ashley Wilkes, atau pasangan dalam
roman-roman lainnya.
Tentu saja kisah cinta Habibie-Ainun tak
setragis kisah dalam roman-roman itu. Freddy Mercury, vokalis band
legendaris Queen, hanya bisa bersenandung cinta sejati dalam lagunya, "I
was born to love you/With every single beat of my heart// Yes, I was
born to take care of you/Every single day of my life// You are the one
for me/I am the man for you// You were made for me//"
Habibie
juga melantunkan kidung amor seperti Freddy, dengan berkata, "Ainun
tercipta untuk saya, dan saya tercipta untuk Ainun." Tapi Habibie lebih
dari itu, karena untaian syair indah itu dia terjemahkan dalam laku
keseharian kepada sang pasangan hati.
"Cinta mereka tidak pernah
berkurang, justru terus bertambah," kata buah hati mereka, Thareq Kemal
Habibie, kepada satu televisi nasional beberapa waktu lalu. Mereka
melihat satu sama lain secara mendalam, tak hanya dari eloknya paras,
indahnya lekuk tubuh atau merdunya suara. Sebaliknya, mereka memaknai
wajah mereka sebagai nilai-nilai dari mana keluarga harmonis ditata.
Mereka
seolah melanggamkan puisi pujangga besar William Shakespeare, "Di
wajahmu Aku lihat kemurnian, kebenaran, dan kesetiaan." Di tengah dunia
yang dibalut glamor, seksualitas ekstrem, pemujaan benda, dan pernikahan
berimamkan nafsu, dua sejoli itu mempertontonkan cinta sejati yang
mempesona nan menggetarkan.
Cinta sejati
Kesetiaan Habibie mengingatkan pada salah
satu kisah kasih agung di era modern, antara dua ilmuwan brilian, Pierre
Curie dan Marie Sklodowska Curie. Sebagaimana Habibie dan Ainun, Pierre
dan Marie dipersatukan oleh cinta. Keduanya tak saling mencari untung,
tak pula saling menuntut, apalagi memanipulasi kelebihan, pencapaian dan
kedudukan pasangannya.
Mereka bersenyawa menjadi ekajiwa dwitubuh karena menganggap satu sama lain sebagai belahan jiwa.
Pesona
cinta memang menyentuh kalbu semua orang, dan manakala itu merasuk pada
dua anak manusia yang ikhlas berbagi rasa dan dipersatukan oleh
ketertarikan sama, maka hidup menjadi lebih berbunga. Itulah yang
dirasakan Marie dan Pierre, dan mungkin pula dinikmati Habibie dan
Ainun, serta semua pasangan sejiwa lainnya. Adalah kecerdasan dan
ketekunan Marie yang membuat Pierre jatuh hati. Setelah beberapa kali
gagal dipinang Pierre, perempuan Polandia itu menerima cinta Pierre dan
berlanjut ke pernikahan pada 1895. Pernikahan itu kian menyatukan
mereka, hingga bermitra demi sains.
Masa-masa sulit berhasil
mereka lalui, karena mereka selalu berbagi, saling mengisi dan merasa
saling membutuhkan. Sukses akhirnya mereka capai pada 1898 setelah
menemukan polonium dan radium. Untuk upayanya itu, mereka, bersama
Antoine Henri Becquerel, dianugerahi Nobel Fisika pada 1903.
Hidup
Marie berantakan setelah Pierre meninggal dunia pada 1906. Tapi,
cintanya yang tak pernah padam pada suami, membuat Marie bangkit
menapaki jalan yang diretas belahan jiwanya untuk menjadi profesor
fisika dan meraih lagi Nobel kimia pada 1911. Namun, di tengah
kesuksesan itu, Marie tetap merindukan Pierre. Marie merasa dia adalah
Pierre, dan Pierre adalah dia. Pada 1934 Marie menyusul Pierre ke alam
baka karena leukemia.
Seperti Marie, Habibie juga amat kehilangan belahan jiwanya, seolah setengah hatinya terenggut.
Habibie mengatakan tak akan melewatkan sehari pun berziarah dalam
masa 40 hari setelah wafatnya sang istri. Sungguh satu ungkap kesetiaan
mendalam dari seorang pecinta sejati.
Habibie seolah
mendeklamasikan puisi pujangga besar Persia, Jalaluddin Rumi, "Aku
mungkin bisa menutup bumi dengan taburan melati/ Aku dapat saja memenuhi
samudera dengan tangisan/ Aku bisa saja mengguncang surgawi dengan
pepujian/ Tapi tak satu pun dari semua itu dapat meraihmu."
Ideal
Habibie-Ainun
adalah gambaran otentik mengenai wujud doa setiap pasangan nikah untuk
hadirnya keluarga harmonis yang dibalut kesetiaan. Habib Ali Almuhdar,
guru mengaji Keluarga Besar Habibie, berkata, "Keluarga Habibie adalah
keluarga sakinah mawaddah warohmah." Artinya, keluarga itu senantiasa
diliputi kasih sayang dan menjalankan perintah Tuhan sehingga selalu
dilimpahi rahmat-Nya.
Habibie-Ainun, serta keluarga-keluarga lain
seperti mereka, merekatkan ikatan keluarga di atas fondasi saling
menyadari dan mengakui perbedaan-perbedaan mereka. Mereka bersatu
menjadi dua belahan jiwa yang bersenyawa dalam satu tubuh di mana sang
perempuan menutup ketaksempurnaan emosi pria, sebaliknya kesenjangan
nalar pada perempuan ditutup sang pria. Jika keadaan itu membawa
keutuhan kepada keduanya, maka kebersamaan mereka adalah perkawinan
sejati antardua sejiwa sehati.
Mengutip para pakar spiritual,
tatkala jiwa-jiwa seperti itu menyatu, pikiran-pikiran tentang seks tak
lagi dominan. Sebaliknya, makin dominan persatuan seks, makin hambar
sebuah persenyawaan spiritual. Jika persenyawaan spiritual itu kian
kuat, maka dua jiwa itu kian rapat menyatu. Inilah level di mana
perkawinan sejati antardua belahan jiwa telah tercipta, sebagai mana
Tuhan rencanakan untuk setiap manusia.
Mungkin pasangan-pasangan
seperti ini adalah kakek nenek dan bapak ibu Anda. Mereka adalah kepada
siapa Anda bisa mengambil pelajaran mengenai kesetiaan, keiklasan,
cinta, harmoni dan keluarga. Merekalah teladan hidup yang ideal, bukan
kabar kawin cerai yang rabun makna, timpang pesan, dan gemar menggugat
institusi pernikahan dengan argumentasi amat materialistis, dangkal, dan
artifisial. Anda akan sangat beruntung memiliki bahan ajar dari
keluarga-keluarga yang dirajut kuat oleh cinta sejati seperti ditenun
Habibie dan Ainun.
Sumber: ANT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar